:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5210031/original/079874200_1746482899-waisak_2.jpg)
Liputan6.com, Yogyakarta – Perayaan Hari Waisak 2569 BE/2025 M tahun ini jatuh pada 12 Mei 2025. Peringatan kali ini bertepatan dengan libur panjang, sehingga cocok dimanfaatkan untuk menjelajahi jejak-jejak spiritual umat Buddha di Indonesia.
Terdapat banyak destinasi wisata bagi umat Buddha yang sekaligus dapat dikunjungi oleh masyarakat luas. Mengutip dari laman Kemenparekraf RI, berikut rekomendasi destinasi wisata untuk libur panjang Waisak:
1. Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan salah satu dari lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Destinasi wisata ini juga tercatat sebagai candi Buddha terbesar di dunia.
Setiap tahun, Candi Borobudur menjadi pusat perayaan Hari Waisak Nasional. Tahun ini, rangkaian perayaan Waisak Nasional 2569 BE di Candi Borobudur berlangsung pada 4-12 Mei 2025. Sebagai puncak acara, sebanyak 2.569 lampion akan dilepaskan sebagai simbol cahaya perdamaian.
2. Candi Mendut
Berada tak jauh dari Candi Borobudur, Candi Mendut juga menjadi salah satu pusat rangkaian perayaan Hari Waisak Nasional. Titik awal prosesi puncak perayaan Waisak dilakukan di sini.
Api Dharma dan Air Berkah akan disatukan dan disemayamkan di Candi Mendut untuk disakralkan. Setelahnya, dilanjutkan dengan kirab menuju Candi Borobudur.
3. Candi Muaro Jambi
Candi Muaro Jambi berlokasi di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Destinasi wisata ini sangat cocok dikunjungi saat libur panjang Waisak.
Candi Muaro Jambi merupakan perpaduan antara Hindu dan Buddha. Candi ini digunakan sebagai tempat peribadatan dan pembelajaran agama Buddha.
Terdapat corak buddhisme dan penemuan tulisan aksara Jawa Kuno pada bangunan candi. Kompleks Candi Muaro Jambi memiliki 11 candi utama dan diperkirakan masih terdapat 82 reruntuhan yang masih tertimbun. Konon, luasnya mencapai 155.269,58 hektare atau sepuluh kali lipat lebih luas dari kawasan situs Candi Borobudur.
Kelenteng Kwan Sing Bio
4. Kelenteng Kwan Sing Bio
Kelenteng Kwan Sing Bio berlokasi di Jalan Martadinata No.1, Karangsari, Tuban, Jawa Timur. Klenteng dengan luas area 4-5 hektare ini masuk dalam klenteng terbesar se-Asia Tenggara.
Salah satu keunikan Kelenteng Kwan Sing Bio adalah keberadaan kepiting raksasa di atas gerbang. Selain itu, ada juga patung Dewa Kwan Sing Tee Koen setinggi 30 meter. Patung ini tercatat sebagai patung panglima perang tertinggi di Asia Tenggara oleh Museum Rekor Indonesia (MURI).
5. Maha Vihara Mojopahit
Maha Vihara Mojopahit berada di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Daya tarik utama destinasi wisata ini adalah keberadaan patung Buddha tidur.
Patung tersebut merupakan yang terbesar ketiga di Asia Tenggara dengan ukuran panjang 22 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 4,5 meter. Bukan sekadar ikon wisata, patung raksasa tersebut menggambarkan wafatnya Siddharta Gautama.
Pembangunannya pun sengaja dibuat menghadap ke arah Selatan yang merupakan kiblat umat Buddha. Patung dengan lapisan cat kuning keemasan ini semakin sakral karena terdapat relief perjalanan Buddha dalam mengajarkan dharma, termasuk hukum sebab-akibat (karma).
Pulau Kemaro
6. Pulau Kemaro
Pulau Kemaro berjarak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Terdapat Kelenteng Hok Tjing Rio dan Pagoda sembilan lantai di tengah-tengah pulau ini.
Selain itu, juga terdapat makam Tan Bun An (Pangeran) dan Siti Fatimah (Putri) yang letaknya berdampingan. Konon, terbentuknya pulau ini bermula dari kisah cinta mereka.
7. Vihara Ksitigarbha Bodhisattva
Vihara Ksitigarbha Bodhisattva berada di Jalan Asia Afrika KM. 14, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Destinasi wisata ini terkenal dengan patung-patungnya yang menjadi daya tarik utama, sehingga lebih dikenal dengan nama Vihara Seribu Patung,
Total terdapat 580 patung di Vihara Ksitigarbha Bodhisattva. Meski terlihat sama, nyatanya patung tersebut memiliki ketinggian berbeda, yakni sekitar 1,7 meter hingga 2 meter.
Selain tingginya yang berbeda, setiap patung juga memiliki ekspresi wajah yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan umat Buddha kerap menyebut patung-patung tersebut sebagai Thousand Faces of Buddha.
Penulis: Resla
Leave a Reply